sumber: https://sites.google.com/site/ongabkl/infogempabengkulu |
hari minggu 4 Juni 2000, malam hari sekitar pukul 11, kami pun sudah terlelap. aku masih duduk di kelas 3 SD dan sedang libur sekolah, malam itu aku menginap di rumah nenek mahani, buciknya ibuku, yang kalo orang Jawa menyebutnya bulik. aku tidur bersama bunda dan bungah (tante-tanteku alias sepupu ibuku). nenek berteriak membangunkan kami, hiruk pikuk pun terjadi. ntah bunda, bungah, atau bungsu ada yang menarik tanganku untuk berlari keluar. malam itu bumi berguncang hebat. saat kami sudah di halaman rumah, bumi terasa masih bergetar. para penduduk berlarian keluar rumah, sebagian besar sambil meneriakan takbir, menyebut nama Allah. Bengkulu dilanda gempa bumi berkekuatan 7,3 SR.
getaran gempa mulai mereda. antar warga saling menanyakan kabar satu sama lain. listrik pun padam alias terjadi mati lampu ditengah gelap malam yang dilanda bencana alam tersebut. tak jauh dari rumah nenek, dikabarkan sebuah rumah yang berlokasi persis sebelah parit runtuh. rumah nenek juga menderita banyak keretakan.
setelah diguncang hebat dan dilanda kepanikan, rasanya langsung kebelet ingin buang air. tapi apadaya tidak ada yang berani untuk masuk ke rumah. selang berapa waktu, benar saja terjadi gempa susulan yang juga besar seingatku lebih dari 6 SR. sehingganya para warga masih bertahan diluar rumah berjam-jam di malam hari itu.
beberapa saat kemudian ayahku bersama wak meri (tetangga) mengendarai motor tiba di rumah nenek untuk memastikan keadaan kami, terutama keadaanku. setelah memastikan aku dalam keadaan selamat dan aman, ayah dan wak pulang kembali ke rumah, aku tidak ikut langsung pulang malam itu. dini hari sekitar jam setengah 2 pagi akhirnya kami masuk ke dalam rumah, namun tidur di ruang tamu dengan kondisi pintu tidak terkunci.
keesokan harinya barulah aku pulang ke rumah orangtuaku. aku terperangah melihat atap genteng rumah wak fahmi (tetangga depan rumah) telah berjatuhan. aku ketahui bahwa malam hari pasca terjadi gempa, keluargaku dan para tetangga tidak tidur di dalam rumah melainkan menggelar terpal atau tidur di teras-teras bersama-sama.
aku dengar cerita bahwa kepanikan juga tak kalah hebat disekitar rumah orangtuaku ketika gempa terjadi. adekku fajar yang saat itu masih berusia 5 tahun badannya gemetar mungkin ketakutan. saat yang lain meneriakan takbir, kabarnya istri wak meri (tetangga) meneriakan kalimat yang menarik perhatian warga "Hidup anak adam! hidup anak adam!" begitu teriaknya.
tanah kosong disebelah rumahku yang sekarang telah berdiri rumah om rambe (tetangga), dipersiapkan oleh warga RT untuk dijadikan tempat pengungsian bagi beberapa KK, termasuk keluarga kami. seingatku di RT ku dibuat 3 spot tenda pengungsian.
kami diserukan untuk tidur di tenda pengungsian karena sebagian besar rumah mengalami keretakan bahkan keruntuhan. gempa bumi susulan pun masih sering terjadi. adalah hal menyenangkan bagi anak kecil dapat berbincang dan bermain bersama teman sebaya hingga malam hari di tenda pengungsian. namun sangat menyebalkan menghadapi serangan nyamuk di malam hari di tenda pengungsian itu.
para ibu memasak bersama di tenda pengungsian, anak-anak sebaya pun dapat makan bersama-sama di tenda pengungsian. seingatku wak fahmi mengeluarkan kulkasnya dan ditaruh di tenda pengungsian. ada juga yang mengeluarkan TVnya untuk ditaruh disana, tapi aku lupa siapa. untuk listriknya, kabel roll ditarik dan dicolokan ke rumah kami karna berjarak paling dekat. kurang lebih 1 minggu kami tidur di tenda pengungsian.
sekitar seminggu serta gempa susulan sudah cukup jarang terjadi, warga-warga mulai kembali ke rumah masing-masing.
pemerintah menyerukan berbagai sosialisasi. seandainya terjadi gempa hebat lagi apa yang harus dilakukan dan titik kumpul jika terjadi gempa pun juga diberitahu. sosialisasi tidak hanya dilakukan di RT tapi juga disekolah-sekolah. pernah kami melakukan simulasi jika terjadi gempa di SD, caranya bersembunyi di kolong meja, yang sekarang kurasa itu tidak efektif.
warga juga disosialisasi bagaimana merenovasi keretakan tembok pasca gempa, dengan menempelkan kawat ayam sebelum diplester ulang. aku memperhatikan langsung saat rumahku direnovasi pasca gempa, si tukang bangunan memasukan lapisan kawat ayam dibawah plesteran. alhamdulillah hasilnya benar saja, saat gempa Bengkulu di tahun 2007 berkekuatan 7.9 SR, rumah telah tahan menghadapi gempa dan tidak terjadi retakan serta runtuhan.
aku tidak bisa lupa memori tentang gempa tahun 2000 ini, begitu membekas. kurang lebih sebulan pasca gempa kami masih sering menerima bantuan baik dari daerah maupun pusat, barang-barang consumable biasanya seperti sarden kaleng, mie instan, susu kotak, pasta gigi, sarung, beras, gula...
sering kali aku dan kakakku yang diminta ibu untuk ke rumah pak RT mengambil jatah bantuan pengungsi bagi keluarga kami.
setelah gempa besar, gempa kecil susulan acap kali terjadi. pernah juga gempa susulan yang terjadi beberapa hari berikutnya itu masih diatas 6 SR. sebelum keretakan direnovasi, ayah membuat rumah temporer di halaman rumah kami, rumah seukuran kamar yang terbuat dari seng dan kayu, beralas tanah, yang disaat gempa melanda di malam hari dan kami masih khawatir kembali ke rumah, maka kami akan menghabiskan malam dengan tidur disana. sebuah kasur pun ditempatkan disana. pada siang hari, rumah temporer ini sering aku, woh (kakakku), bersama teman-teman sebaya menjadikannya sebagai tempat bermain rumah-rumahan.
5 Comments
Innalilahi wa innailaihi roojiun
ReplyDeleteTahun itu saya masih duduk di Bangku SMP lho kak, tengah malam disertai badai mencekam. Semoga tidak terulang lagi Aamiin
iya pak.. semoga tidak merasakan kembali bencana seperti itu
DeleteWow masih muda sekali dirimu. Saat gempa itu saya sudah kuliah. Dan itu memang ga terlupakan yah
ReplyDeleteBetul mba.. Anak kecil macam aku aja igt bgt . Ups ketauan beda generasinya . Hehehe
DeletePasti butuh kesabaran yang luar biasa ya mbak, apalagi sampai rumah rusak. Tapi setidaknya karena gempa ini kita jadi awas dengan bencana di Bengkulu.
ReplyDelete