Advertisement

Main Ad

Hasilkan Listrik di Atap Rumah Dukung Pembangkit Kurangi Bakar Batu Bara



Kita diedukasi mengenai emisi gas rumah kaca sejak berada dibangku sekolah dasar. Masyarakat umumnya sudah mengetahui bahwa emisi gas rumah kaca berdampak buruk terhadap lingkungan. Emisi rumah kaca memicu pemanasan global yang berakibat tidak baik bagi kesehatan, bagi ekosistem, terhadap ketahanan pangan, dan lain-lain. Apa saja yang sudah kita lakukan untuk mengurangi pertumbuhan emisi gas rumah kaca? Atau justru kita terus berkontribusi pada peningkatan laju tumbuhnya emisi gas rumah kaca sehingga pemanasan global semakin menjadi-jadi?

Sumber: https://www.vectorstock.com

Penggunaan Bahan Bakar Fosil

Penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca adalah penggunaan bahan bakar fosil. Pertanyaan bersama, bagaimana mengurangi penggunaan bahan bakar fosil ini? Apa dengan menggunakan mobil listrik yang ramah lingkungan? Bahan bakar fosil masih kita gunakan dalam berbagai sektor kehidupan bukan hanya saat berkendaraan. Sektor industri merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar diikuti oleh sektor rumah tangga, transportasi, komersial, dan lain-lain.
Mobil listrik sekalipun yang tidak menggunakan bahan bakar fosil berupa minyak, baik bensin, solar, ataupun pertamax, apa betul ramah lingkungan dan mengurangi emisi? Belum tentu. Kita perlu mengkaji untuk mengecas daya baterainya listrik yang digunakan bersumber dari mana. Pembangkit listrik saat ini sebagian besar masih menggunakan bahan bakar fosil, baik batu bara, minyak bumi, dan gas alam.
Tahun 2013 lalu, penulis melakukan penelitian terkait efisiensi dan efektivitas mobil listrik dalam mengurangi emisi. Hasilnya, jika mobil listrik digunakan di Indonesia pada saat itu bukannya mengurangi emisi malah sebaliknya. Hanya saja emisi yang dihasilkan akan tersentralisasi ke area sekitar industi pembangkitan tidak dalam kota. Penelitian mengacu pada Outlook Energi Indonesia 2010 yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Pengisian daya mobil listrik masih bersumber bahan bakar fosil
Sesuai skenario dalam outlook tersebut, apabila pembangkit menggunakan bauran pasokan energi dimana kontribusi energi baru terbarukan sudah jauh meningkat, maka di tahun 2030 penggunaan mobil listrik yang massive akan efektif dalam menurunkan kadar emisi sebab untuk mengecas baterai mobil telah menggunakan listrik yang memberi ruang kontribusi banyak pada energi baru dan terbarukan. Skenario yang paling bagus menunjukan penggunaan energi baru dan terbarukan lebih dari 20%. Itu artinya kita memanfaatkan energi baru dan terbarukan 3x lipat dari sekarang. Semoga target tersebut dapat tercapai. Yang terbaru ESDM telah mengeluarkan Outlook Energi Indonesia 2016.
Sayangnya pada tahun 2030 pun peran dominan bagi pembangkit listrik masih akan dipegang oleh batu bara. Apa sih yang salah dengan batu bara? Batu bara memiliki efisiensi pembakaran berkisar 40% selebihnya menjadi panas dan sisa pembakaran atau emisi. Faktor emisi yang dihasilkan batu bara paling besar dibandingkan bahan bakar lain. Disisi lain Indonesia harus bersyukur karena memiliki kelimpahan sumber daya alam batu bara. Bahkan proyeksinya produksi batu bara kita akan terus meningkat rata-rata 2.5% per tahun hingga tahun 2050. Selain pembangkit listrik, batu bara juga banyak digunakan dalam industri besi dan baja, industri semen, industri kertas, dan industri lainnya.
Peran Energi Baru dan Terbarukan

Cara terbaik menyiasati pengurangan laju pertumbuhan emisi gas rumah kaca dari sektor kelistrikan yakni dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber pembangkit dan memberikan porsi besar terhadap energi baru dan terbarukan. Energi baru dan terbarukan perlu menjadi prioritas utama untuk menjaga ketahanan dan kemandirian energi. Jenis sumber energi baru dan terbarukan ini antara lain: tenaga air, panas bumi, bioenergi, energi surya, energi angin dan hybrid, energi laut, shale gas, serta coal bed methane (CBM).
Dari berbagai jenis energi baru dan terbarukan tersebut, di Indonesia yang potensinya paling besar ialah energi surya. Jika dipetakan potensi energi surya Indonesia bisa menghasilkan 207,9 GW. Namun kapasitas yang telah terpasang masih jauh dari angka tersebut. Masih berdasarkan Outlook Energi Indonesia 2016, sampai dengan tahun 2015 kapasitas terpasang yakni sebesar 78.5 MW.

Pembangkit Listrik Surya Atap
Salah satu upaya kita sebagai masyarakat untuk berperan aktif dalam climate action agar tercapai brown to green dengan ikut memanen energi surya yang di Indonesia potensinya sangat besar ini melalui pembangkit listrik surya atap atau dengan kata lain kita memasang panel surya di atap rumah untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga dan kebutuhan listrik di sektor komersial yang kita lakukan. Institute for Essential Services Reform (IESR) telah menerbitkan pedoman Memanen Energi Surya dengan Pembangkit Listrik Surya Atap agar menjawab pertanyaan masyarakat yang berminat memasang panel surya di atap rumahnya.
 

Sumber: http://www.sisrenewable.com

Dalam referensi tersebut, IESR menjabarkan jawaban dari 10 pertanyaan yang biasanya menjadi pertimbangan warga sebelum memasang pembangkit listrik surya atap. Bahasannya terdiri dari:
  •  Pengertian listrik surya, 
  •  Kehandalan panel surya, 
  •  Kemampuan panel surya baik saat cerah ataupun mendung, 
  •  Perawatan khusus yang diperlukan, 
  •  Peraturan pemerintah terkait pemasangan dan penggunaan, 
  •  Kapasitas optimal terpasang, 
  •  Berapa harga dan instalasinya,
  •  Pengurangan tagihan listrik jika menggunakan panel surya,
  •  Kontribusinya pada transisi energi di Indonesia,
  •  Upaya pemerintah mendorong penggunaan pembangkit listrik surya atap ini
Penasaran mengenai penjelasan dan jawabannya? Download disini ya.
Mungkin banyak masyarakat yang belum mengetahui adanya deklarasi Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap dimana rumah tangga dan bangunan komersial digalakan untuk memasang panel surya di atas atap guna memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan listriknya. Progam ini masih terus perlu dikampanyekan. Ditargetkan pada tahun 2020 akumulasi kapasitas yang dihasilkan pembangkit listrik surya atap mencapai 1GW. Pada laman media sosial apabila diketikan pencarian hastag #1BY20 maka kita dapat mengikuti perkembangan kampanye Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap ini.
 


Dalam marketplace online sudah banyak ditemui penjual panel surya dengan berbagai kapasitas. Untuk kebutuhan rumah tangga kapasitas 1500Watt, harga paket panel surya yang banyak ditawarkan rata-rata berkisar 15 hingga 30 juta, terlepas dari sudah termasuk atau belum jasa instalasi. Harga ini telah jauh menurun kurun beberapa tahun terakhir seiring meningkatnya minat masyarakat. Semoga minat masyarakat untuk memasang pembangkit listrik surya atap terus meningkat, sehingga harga paket panel surya semakin terjangkau dengan peningkatan jumlah produksi. Sebetulnya 1/3 dari rumah tangga di pulau Jawa mampu untuk mengikuti program Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap. 
Residensial masa depan, sumber: https://www.vectorsolar.com/residential/
Pada pemasangannya, untuk pembangkit listrik surya atap selain panel surya diperlukan juga inverter, charger controller, baterai, kotak panel listrik, konektor, serta kabel. Harapannya efisiensi sistem pembangkit listrik surya atap baik panel surya maupun komponen lain dapat terus bertambah. Tugas kita generasi muda untuk terus berinovasi agar teknologi panel surya semakin maju. Terutama untuk panel surya yang merupakan komponen utama, masih memiliki efisiensi mengubah energi surya ke listrik berkisar 20-30% yang sisanya dipantulkan kembali dan menjadi panas, prestasi besar jika dapat membuatnya menjadi 40%. Komponen seperti baterai misalnya juga perlu terus dikembangkan bagaimana dapat menampung energi semakin besar dan semakin kecil energy losses-nya, sehingga pembangkit listrik surya atap semakin optimal dalam mengubah energi surya menjadi energi listrik.
Dengan memasang panel listrik surya atap kita telah berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal ini meningkatkan kesadaran penggunaan energi baru dan terbarukan. Selain mandiri energi, kita mengurangi pemakaian listrik bersumber bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca relatif besar. Secara tidak langsung kita mendorong pemerintah untuk membangun pembangkit-pembangkit yang ramah lingkungan, brown to green. Membayangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) skala kapasitas besar dengan jejeran panel-panel surya yang banyak, selain menjadi sumber energi juga menyenangkan loh melihatnya sebagai wisata edukasi.  

PLTS Daruba, sumber: kompas.com

Di tahun 2015, 194 negara termasuk Indonesia ikut menyepakati Paris Agreement. Singkatnya dalam kesepakatan tersebut negara-negara ini sepakat untuk bersama-sama mengurangi emisi sehingga dapat meredam kenaikan temperatur bumi. Ditargetkan kenaikan temperatur rata-rata bumi pada tahun 2030 hanya boleh  2 derajat Celcius bahkan kalau bisa hanya 1,5 derajat Celcius. Setelah 2030 skenarionya pertumbuhan emisi gas rumah kaca harus mengalami penurunan drastis. 

Paris agreement ini harus ditindaklanjuti. Tahun kemarin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengadakan Festival Iklim supaya usaha-usaha untuk meredam kenaikan suhu bumi diketahui publik. Tahun ini, 23 September 2019 PBB mengadakan UN Climate Action Summit di New York. Negara-negara di dunia sudah menaruh perhatian serius terhadap pertumbuhan emisi gas rumah kaca. So, kita juga jangan lupa ikut andil ya dalam perubahan yang baik ini!
#ClimateAction #Brown2Green



Post a Comment

0 Comments